CLOSE
Rilis Data Ekonomi, Akankah IHSG Rebound?
Pergerakan indeks pada hari Rabu cenderung tertekan yang dsebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yakni terkait tingkat inflasi US yang sudah meningkat cukup signifikan, kemudian angka pengangguran yang juga menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sempat naik hingga belasan persen. Kondisi ini membuat para investor bukan hanya domestik, namun regional dan eropa juga merasa khawatir bahwa The Fed akan mempercepat perubahan kebijakan moneternya. Kekhawatiran ini terlihat dari melemahnya indeks domestik, bursa regional, Eropa dan US yang hingga penutupan perdagangan sore hari kompak bergerak di zona merah. Kekhwatiran ini muncul dikarenakan investor khawatir apabila ada perubahan kebijakan moneter atau pengurangan quantitative easing (QE) yang dilakukan oleh bank sentral US dapat menyebabkan Tapering atau adanya capital outflow dari negara berkembang karna dollar US menguat. Kemudian selain karna faktor eksternal, tertekannya pergerakan indeks dikarenakan tingkat kasus Covid-19 yang terus meningkat bahkan hingga diatas 40.000 perharinya. Hal ini menimbulkan potensi adanya perpanjangan periode PPKM MIkro Darurat yang sempat dibicarakan oleh Mentri Keuangan Sri Mulyani dengan tambahan periode sebanyak 6 pekan. Perpanjangan dari PPKM Mikro Darurat ini tentu nantinya sedikit banyak akan berpengaruh juga terhadap lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia khususnya kuratla 3, yang mana unutk berdasarkan kondisi saat ini Bank Indonesia juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia FY 2021 menjadi 3.8% dari sebelumnya 4.1%-5.1%. Karena proyeksi PPKM Mikro Darurat tambahan yang cukup lama dan ada potensi berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi maka investor cenderung khawatir sehingga menyebabkan fluktuasi indeks pada hari Rabu tertekan dari awal sesi 1 hingga berakhirnya sei 2. Pada hari Kamis (15/7/2021) ada beberapa indikator dan katalis yang perlu diperhatikan oleh para pelaku pasar diantaranya yakni dari China akan rilis angka GDP Growth Rate kuartal 2 yang diproyeksikan akan terjadi kenaikan dibandingkan dengan sebelumnya yakni 1.2% QoQ (0.6% vs 1.2%) sedangkan secara tahunannya diproyeksikan cenderung menurun yakni 8.1% (8.1% Vs 18.3%). Sleian itu dari China juga akan rilsi data penjualan eceran yang diproyeksikan akan tumbuh sebesar 11% dari 12.4% serta tingkat pengangguran China yang diproyeksikan masih akan sama yakni 5%. Selain China, Hari Kamis dari domestik juga akan rilis data terakit neraca perdagangan Indonesia bulan Juni yang diproyeksikan masih akan surplus dikisaran $2.23B dari sebelumnya $2.37B, masih suplus namun lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya. Kemudian ada data ekspor Indonesia bulan Juni yang diproyeksikan menurut konsensus Trading Economics akan tumbuh sedikit melambat yakni 49.9% dari sebelumnya 58.76% dan impor juga tumbuh melambat dari 68.68% menjadi 51.35%. Proyeksi perlambatan terhadap ketiga indikator ekonomi Indonesia tersebut dikarenakan pada bulan Juni cenderung tidak ada momentum yang mendorong konsumsi dan aktivitas ekonomi yang lebih tinggi seperti April dan Mei yang menyebabkan data ekspor-impor sempat mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Sealin rilis ketiga data tersebut, katalis lainnya dari domestik masih terkait dari perkembangan kasus Covid-19 dan juga PPKM Mikro Darurat yang berpotensi diperpanjang hingga 6 pekan. Dan terakhir dari US akan rilis terkait klaim pengangguran yang mana sebelumnya sempat sedikit mengalami kenaikan 373.000 dari 371.000, dan hari Kamis diproyeksikan akan kembali turun menjadi 360.000.
PT. Erdikha Elit Sekuritas | Member of Indonesia Stock Exchange
Gedung Sucaco lt.3 Jalan Kebon Sirih kav.71
Jakarta Pusat 10340, Indonesia
Website : www.erdikha.com